Tuesday, July 24, 2012

Gangguan Bipolar Susah Dideteksi


Jakarta, Gangguan bipolar memiliki ciri khusus perubahan suasana hati yang ekstrem dari tiba-tiba sangat gembira kemudian berubah menjadi sangat sedih dan depresif. Mendeteksi pasien bipolar juga ternyata tidak mudah.

Padahal jika tak diatasi, gangguan ini bisa memunculkan keinginan bunuh diri yang cukup besar saat si penderita berada dalam kondisi depresif.

Maka itu diagnosis yang tepat dapat menurukan risiko bunuh diri pada pasien. Sayangnya, memang tidak mudah melakukan deteksi untuk penderitanya.

Dokter spesialis kejiwaan dr Margarita Maria Maramis, Sp.KJ (K) menjelaskan, sebanyak 46% penyandang gangguan bipolar telah melakukan konsultasi kepada 3 atau lebih profesional sebelum akhirnya mendapat diagnosis yang tepat.

Bahkan sekitar 10% penyandang gangguan ini telah berkunjung sebanyak 7 kali atau lebih sebelum benar-benar didagnosis mengidap gangguan bipolar.

"Jumlah penderita gangguan bipolar sebenarnya cukup banyak, yaitu sekitar 8% dari populasi. Sayangnya, banyak pasien yang terlambat mendapat diagnosis hingga 10 tahun. Keadaan ini mengakibatkan episode gangguan semakin sering, spontan, berat dan kurang merespons pengobatan," kata dr Margarita dalam acara Seminar Media mengenai Tata Laksana Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Bipolar di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Rabu (25/7/2012).

Jika terlambat ditangani risiko bunuh diri pada pasien bipolar meningkat 79% saat berada dalam episode depresi, namun hanya 11% pada kondisi gembira atau mania dengan gambaran psikotik.

Tak hanya itu, kondisi mania atau depresif ini juga sering mengakibatkan penyalahgunaan zat dan terjadinya seks bebas.

Tak Patuh Minum Obat

Pasien gangguan bipolar biasanya ditangani dengan psikoterapi dan psikoedukasi serta diberikan obat untuk menekan perubahan suasana hati yang drastis.

Untuk obat-obatan, seringkali tidak hanya diberikan 1 obat karena kompleksitas gejala yang muncul, tergantung pada kondisi masing-masing pasien.

Meskipun sudah diberi obat, tingkat kekambuhan gangguan ini masih cukup besar, yaitu sekitar 80% dalam setahun.

Penyebabnya adalah karena pasien kurang patuh terhadap terapi dan pengobatan yang diberikan. Kenyataannya, masih banyak pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan. Menurut dr Margareta, jumlahnya cukup besar, yaitu sekitar 51-64% pasien.

"Keadaan ini merupakan penyebab utama kekambuhan dan peningkatan risiko kembali ke rumah sakit serta meningkatkan biaya terapi. Obat-obatan yang baik ditoleransi oleh pasien sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi dan mengurangi beban ekonomi dan beban keluarga akibat gangguan bipolar," kata dr Margarita.

Gangguan bipolar sampai saat ini belum diketahui penyebabnya. Namun penelitian menunjukkan bahwa otak pasien bipolar memiliki mekanisme yang berbeda.

Ketika pasien bipolar 'kumat', bagian otak yang memproses rasionalisasi dan berpikir tidak begitu aktif, namun area otak yang disebut amigdala untuk memproses emosi lebih aktif.

Obat-obatan antispikotik akan dapat menyeimbangkan aktifitas otak ini sehingga menekan gejala bipolar.

(pah/ir)


Via: Gangguan Bipolar Susah Dideteksi

No comments:

Post a Comment